ACEH TENGGARA, Gurahonline.com- Aliansi Mahasiswa Universitas Gunung Leuser Aceh ( UGL) Aceh Tenggara menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati Aceh Tenggara. Mahasiswa menuntut Pj Bupati Syakir, untuk menghapuskan beberapa kegiatan siluman titipan dari Kabupaten ke desa.
Kordinator Aksi Mahasiswa UGL, Mhd Fikri menyampaikan dalam orasinya menuntut Pj Bupati Aceh Tenggara Syakir untuk segera mengevaluasi kadis DPMK dan oknum camat yang mana diduga telah bersekongkol melakukan pemufakatan jahat dengan oknum APDESI kabupaten untuk menggerogoti dana desa dengan menitipkan kegiatan kegiatan di desa berdalih atas perintah Pj Bupati untuk memuluskan kegiatan siluman tersebut.
Selain itu Fikri menjelaskan, seperti diketahui kegiatan kegiatan tersebut tidak pernah di bahas di dalam musyawarah dusun, musyawarah desa dan musyawarah rencana pembangunan desa, yang mana merupakan musyawarah inti untuk menentukan berbagai program dan kegiatan menjadi prioritas pembangunan di desa yang melibatkan pemerintah kabupaten.
” Kami miris nyatanya kenapa program tersebut tidak pernah dibahas sama sekali, tetapi jika mengajukan di dinas DPMK kegiatan tersebut wajib dimasukkan apabila tidak dimasukkan maka APBDes tidak akan diproses,”kata Fikri saat orasi, Jum’at (26/4)
Fikri menjelaskan ada beberapa tuntutan kegiatan siluman yang diduga titipan Kabupaten yang harus ditiadakan.
Pertama, hapuskan sosialisasi penerangan hukum pada pemerintah desa (Kute) sadar hukum setiap tahun di adakan kegiatan nya dan hampir 90 persen desa yang ada di Aceh Tenggara melakukan pelanggaran hukum baik, baik hukum adat maupun pengelolaan keuangan desa .
Berikutnya Pj Bupati Syakir harus menurunkan team audit mengkoreksi langsung 385 desa yang sudah menyetor pengadaan baju Linmas pemilu 2024 kepihak ketiga sesuai dengan perbub yang ditanda tangani oleh Pj Bupati bahwa seragam linmas tidak boleh di pihak ketiga kan.
” Jika pengadaan baju Linmas pemilu 2024 lalu ditemukan ada pihak ketiga, kami minta diproses secara hukum pihak ketiga tersebut,” ungkapnya.
Fikri menyebutkan Transaksi non tunai tidak perlu dilakukan dikarenakan penerapan non tunai sudah diatur dalam Undang-undang keuangan negara cukup dikeluarkan perbub dan diteruskan ke camat dan kepala desa.
Selanjutnya hapuskan kegiatan keamanan, ketertiban masyarakat karena telah menjadi penumpang gelap dan menguntungkan kelompok tertentu dan hapuskan kegiatan poskambling Kute karena telah menjadi penumpang gelap dan menguntungkan kelompok tertentu.
Dia mengaku dari beberapa kegiatan tersebut ada satu kegiatan yang sudah terlaksana diduga telah terjadi tindak pidana korupsi yaitu pengadaan baju Linmas yang mana Kepala desa wajib membayar sebesar Rp.3.200.000 per TPS untuk pelaksanaan pemilu 2024.
Seperti diketahui ada 726 TPS yang tersebar di 16 Kecamatan Aceh Tenggara yang mana satu TPS terdiri dari dua orang linmas, maka anggaran desa terserap berkisar Rp.2.323.200.000 atau sekitar 2,3 Miliyar lebih, uang tersebut disetor tanpa bukti tanda terima atau kwintasi diduga kepada oknum APDESI kecamatan setelah semuanya terkumpul dari kecamatan diduga menyerahkan kepada oknum APDESI kabupaten.
” Aneh nya lagi kalau melihat dari kualitas baju tersebut tidak mungkin satu set baju Linmas mulai dari baju, celana, sepatu, kaos kaki, tali pinggang dasi, topi dihargai dengan Rp.1.6000.000 per TPS , ini dapat kami pastikan ada dugaan korupsi yang terjadi dalam pengadaan baju Linmas tersebut,” ungkapnya.
Aliansi mahasiswa berharap kepada Kepala inspektorat untuk segera melakukan audit untuk menyelidiki dugaan korupsi pengadaan baju Linmas tersebut.
” Jika tuntutan kami tidak indah kan maka kami akan datang kembali dengan membawa massa yang lebih banyak,” pungkasnya.***